Jakarta – detikperistiwa.co.id
Ketua Umum Relawan Peduli Rakyat Lintas Batas (RPRLB), Arizal Mahdi, secara terbuka mengkritik Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas ketidaktransparanan dan lambatnya proses pembahasan Undang-Undang (UU) Perampasan Aset. Dalam pernyataannya, Arizal menyebut bahwa kurangnya langkah konkret DPR menunjukkan lemahnya keseriusan dalam memperjuangkan pemberantasan korupsi dan kepentingan rakyat.
Arizal menjelaskan bahwa UU Perampasan Aset merupakan instrumen hukum yang sangat penting untuk menindak tegas tindak pidana korupsi yang telah menggerogoti keuangan negara dalam jumlah besar. “Jika DPR sungguh berpihak pada kepentingan rakyat, UU Perampasan Aset seharusnya sudah disahkan sejak lama. Ketidaktransparanan dan lambatnya proses ini patut dipertanyakan,” tegasnya. 4 November 2024.
Pentingnya Transparansi dan Komitmen DPR
Arizal menyatakan bahwa penundaan ini mengindikasikan kurangnya transparansi dan komitmen DPR dalam mengesahkan kebijakan yang mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. “Keterlambatan ini mencerminkan bahwa komitmen terhadap pemberantasan korupsi masih belum maksimal, dan DPR wajib menjelaskan kepada publik mengapa regulasi krusial ini terus tertunda,” ungkapnya dengan nada tajam.
Sebagai informasi, UU Perampasan Aset dirancang untuk memperkuat kewenangan negara dalam menyita aset hasil korupsi baik di dalam negeri maupun luar negeri. Presiden Prabowo Subianto juga telah memberikan dukungan untuk percepatan pengesahan RUU ini, namun hingga kini belum ada tindakan konkret dari DPR.
Dukungan dari Masyarakat Sipil dan Akademisi
Kritik Arizal mendapat respons positif dari berbagai kelompok masyarakat sipil dan kalangan akademisi yang juga menganggap UU ini sebagai alat penting dalam mengembalikan aset negara yang dicuri oleh pelaku korupsi. Banyak pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pengamat hukum, mendesak DPR untuk segera menyetujui RUU ini agar proses hukum dalam kasus korupsi dapat berjalan lebih efektif dan tidak terhambat oleh keterbatasan instrumen hukum yang ada.
“Regulasi ini dibutuhkan untuk mempercepat pengembalian aset negara yang tersembunyi di luar negeri. Tanpa UU Perampasan Aset, pemerintah kesulitan mengejar aset korupsi yang berada di luar jangkauan hukum domestik,” kata seorang pakar hukum.
Harapan Publik akan Komitmen DPR dalam Pemberantasan Korupsi
Kritik yang disampaikan oleh Arizal Mahdi ini seolah menyuarakan keresahan masyarakat yang berharap DPR segera mengambil langkah nyata. UU Perampasan Aset dianggap bukan hanya sebagai wujud penegakan hukum, melainkan juga sebagai upaya pemulihan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah. Disahkannya UU ini diharapkan dapat memberikan negara instrumen efektif untuk menelusuri, menyita, dan mengembalikan aset hasil korupsi yang selama ini dinikmati oleh segelintir pihak yang merugikan rakyat.
Hingga saat ini, masyarakat masih menunggu tindakan nyata dari DPR untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat dalam melawan korupsi. Harapan publik adalah agar DPR segera merespons desakan ini dan menjunjung tinggi transparansi serta akuntabilitas dalam setiap kebijakannya, demi tegaknya keadilan dan pemerintahan yang bersih.