BENER MERIAH – detikperistiwa.co.id
Penurunan tarif layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Muyang Kute dari tipe C ke tipe D menuai sorotan publik. Warga menilai manajemen rumah sakit terlalu banyak berkelit dan enggan mengakui kelemahan, bahkan cenderung mencari pembenaran.
“Seharusnya, manajemen profesional mengakui kekurangan, bukan justru menyalahkan keadaan,” ujar salah seorang warga Bener Meriah yang enggan disebutkan namanya, Sabtu (19/7/2025). Ia menilai direktur rumah sakit sudah terlalu lama menjabat, bahkan mencapai enam tahun lebih, yang menurutnya dapat memicu stagnasi manajemen.
Penurunan tarif pelayanan BPJS di RSUD Muyang Kute terjadi karena rumah sakit tidak mampu memenuhi syarat minimal keberadaan tempat tidur di ruang Intensive Care Unit (ICU), sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2024, turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Salah satu ketentuan dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa untuk mempertahankan kelas tarif pelayanan tipe C, rumah sakit harus memiliki ruang ICU dengan kapasitas minimal 10 persen dari total tempat tidur yang tersedia. Saat ini, RSUD Muyang Kute memiliki 168 tempat tidur, yang berarti sedikitnya 16 tempat tidur ICU harus tersedia. Namun kenyataannya, rumah sakit ini hanya memiliki 5 tempat tidur ICU.
“Iya, benar, rumah sakit kita mengalami penurunan tarif layanan BPJS dari tipe C ke D. Tapi yang perlu dipahami adalah, yang turun itu tarif, bukan kelas rumah sakit,” ujar Kepala Bidang Pelayanan RSUD Muyang Kute, Evi Syahrinawati kepada wartawan pada salah satu media online.
Bahkan ia menjelaskan, RSUD Muyang Kute bukan satu-satunya rumah sakit yang mengalami penurunan tarif. Banyak rumah sakit lain di Indonesia juga mengalami hal serupa akibat tidak mampu memenuhi rasio ICU yang ditetapkan.
“Ruang ICU itu bukan sekadar tempat tidur, tapi harus dilengkapi fasilitas pendukung seperti ventilator, monitor pasien, defibrillator, alat isap, infus, dan lainnya. Satu set lengkap peralatannya bisa mencapai Rp 2 miliar,” tambahnya lagi pada media tersebut.
Menurut Evi, untuk kembali ke tarif tipe C, RSUD Muyang Kute membutuhkan penambahan minimal 5 tempat tidur ICU lengkap beserta peralatan medis, serta 6 inkubator tambahan.
Meski menghadapi keterbatasan, Direktur RSUD Muyang Kute, Sri Tabahati, menegaskan pihaknya tetap berkomitmen memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
“Kami tetap memberikan pelayanan maksimal, termasuk dalam hal obat-obatan dan makanan pasien. Penurunan tarif ini tidak akan mengurangi mutu pelayanan kami,” tambah Sri Tabahati.
Namun begitu, sejumlah warga tetap mempertanyakan komitmen dan kemampuan manajemen RSUD Muyang Kute dalam mengelola fasilitas kesehatan yang menjadi andalan masyarakat Bener Meriah tersebut.
Sebagai perbandingan, salah satu rumah sakit swasta di sekitar RSUD Muyang Kute yang memiliki keterbatasan serupa justru tidak mengalami penurunan tarif pelayanan BPJS. Hal ini pun memperkuat kritik warga bahwa manajemen RSUD perlu lebih terbuka dan bertanggung jawab atas kekurangan yang ada, bukan berlindung di balik alasan regulasi.
Jangan menutupi kelemahan dengan membandingkan kelemahan orang lain. Seharusnya gapai prestasi dengan melihat prestasi orang lain.(#)