Bener Meriah – detikperistiwa.co.id
Proses konfirmasi data penerima bantuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru-baru ini menuai sorotan. Sejumlah anak yatim, yang termasuk dalam kelompok Mustahik (penerima zakat dan infak), dipanggil ke kantor kecamatan untuk memberikan klarifikasi dalam rangka audit distribusi bantuan. Namun cara pemanggilan tersebut dinilai menyulitkan mereka secara ekonomi dan psikologis, bahkan dianggap bertentangan dengan semangat ajaran Islam.
Dalam praktiknya, para anak yatim dan Mustahik lainnya harus menempuh perjalanan jauh dari kampung ke kantor kecamatan, dengan mengeluarkan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Hal ini memicu keprihatinan masyarakat, terutama jika mengingat ajaran Islam yang mewajibkan perlakuan baik kepada anak yatim dan orang miskin.
Mengutip Surah An-Nisa ayat 36, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin… Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” Ayat ini menegaskan pentingnya berbuat baik, bukan membebani mereka yang lemah secara sosial dan ekonomi.
Beberapa kalangan menilai bahwa proses pemanggilan seperti ini menciptakan beban tambahan bagi para penerima bantuan, bahkan menimbulkan rasa malu. Tidak sedikit yang kemudian enggan menerima bantuan pada periode berikutnya karena pengalaman tersebut.
“Seharusnya proses verifikasi ini mempertimbangkan kondisi sosial Mustahik, terutama anak yatim. Jangan sampai keinginan untuk transparansi justru melukai perasaan mereka atau bahkan menghambat penyaluran bantuan,” ungkap seorang tokoh masyarakat di Bener Meriah.
Sebagai bentuk solusi, beberapa alternatif yang lebih sesuai dengan nilai-nilai Islam dan prinsip keadilan sosial telah disarankan, antara lain:
1. Petugas BPK melakukan konfirmasi langsung ke desa penerima bantuan.
2. Validasi data memanfaatkan perangkat desa atau tokoh masyarakat setempat.
3. Opsi konfirmasi secara kolektif atau daring, jika tersedia akses.
4. Penyediaan transportasi atau biaya perjalanan bagi Mustahik yang harus hadir langsung.
Di Provinsi Aceh, zakat, infak, dan sedekah (ZIS) merupakan bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang dikelola oleh lembaga resmi. Potensi ZIS yang besar harus dibarengi dengan pengelolaan yang amanah, profesional, dan penuh empati.
Pengamat sosial menilai bahwa proses audit atau konfirmasi yang kurang sensitif terhadap kondisi Mustahik bisa berdampak pada menurunnya partisipasi mereka dalam program bantuan. Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi dan meneliti sejauh mana dampak kebijakan ini terhadap minat Mustahik, agar kebijakan ke depan lebih efektif dan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keislaman.(#)