Dibajak Merdeka Rakyat Membara

Oleh: Maman A. Majid Binfas (Sastrawan, Akademisi, Budayawan).

Batam – detikperistiwa.co.id

Dalam goresan ini akan dimulakan dengan kalimat pembuka dari Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan lugas menyatakan bahwa “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”

Kalimat ini membuktikan secara resmi dan tegas bahwa bangsa Indonesia melepaskan diri dari pembajakan oleh penjajahan dengan jantan menyatakan kemerdekaannya tanpa penindasan.

Kemudian, dilanjutkan dengan kalimat yang tegas, lugas dan padat, yakni:

” … Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l, diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.Atas nama bangsa Indonesia, Soekarno/Hatta” (17 Agustus 1945).

Lalu, kini setelah merdeka dari penindasan penjajah, kenapa saja kalian terkesan membajak untuk manjurin pajak seenak dengkulan labial dentalan di tengah limpahan pengangguran menganga !

Dan itu berarti sama halnya dengan memicu api untuk membara pada hamparan savanna nan lagi kerontangan di semesta alam nusantara berkalam!

Sementara, bunyi pasal 33 ayat (3) UUD 1945, terus saja berlalu melolong bah air di daun talas hampa bekas hanya jadi berkas didengung diimingkan doangan !

Bahwa

“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”

itu hanya diksi berkalimatan yang sungguh indah dan menawan terurai untuk legitimasi naskah di dalam orasi, namun selama ini lenyap dalam aksi tindakan dunia nyata.

Hampa bukti juga tanpa jejak berarti, terkecuali hasilnya melimpah ruah untuk dikuras habis, demi kemakmuran berkorupsian yang dilanggengkan untuk bertunggang langgang dengan beragam dagelan dipertontonkan.

Lalu, di mana bukti sebagai muara mata nurani di dalam sila kelima dari Pancasila yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

Bukankah kini, usia kemerdekaan Indonesia telah 80 tahun, namun terasa rakyat semakin digulung dan dibajak untuk dipajakin selalu.

Gulung

Telah digulung, bukan lagi omong kosong bah polesan kepompong yang hanya sisa menunggu aba aba. Dan setelah itu kematian dan kami tetap merdeka

Bila demikian, esensi kemerdekaan sejati mesti diperingati yang difahami oleh pengelola negeri. Maka, itu peringatan yang sekedar kosa kata basa basi, bah pecundang kehilangan ingatan saja !

Lupa diri juga asasi akan arah logika tumpuan awal dan akan kembali yang mesti direnungi

Merdeka atau mati  yang menjadi kunci diperjuangkan oleh Pahlawan, yakni dikedepankan agar bangsa Berketuhanan nan Abadi yang menjadi suratan kehidupan sejati. Sehingga penghuninya aman dari kelaparan, akibat dibajak oleh penjajahan dengan pajak penindasan berlebihan hingga tidur pun bertilam duka derita.

Bukan mungkin lagi, manakala rakyat makin membara berdemostrasi guna menuntuk haknya yang berkeadilan, baik berupa turun di jalan maupun melalui tulisan, seperti dibagi oleh Bang El_Manik (WhatsApp, 15/8/2025), berikut ini.

_Tidurlah Di Atas Perut Laparku_

Tidurlah dik, agar tak lagi terasa laparmu. Lupakan Hari Kemerdekaan, karena memang kita tak PERNAH MERDEKA._

Tidurlah dik di atas perut laparku, biar kakak ceritakan indahnya cita-cita Pahlawan  yang Memerdekakan kita dari Kesengsaraan, agar mimpimu indah tak senista tubuh kita._

Tidurlah dik, agar tak kau dengar lagi rakusnya Koruptor  yang melebihi Anjing-Anjing  kelaparan._

Tidurlah dik, biarkan mereka menghabiskan milyaran rupiah di istana untuk perayaan Kemerdekaan yang entah untuk siapa..!!_  (El Manik, 2025).

Sesungguhnya Hari Kemerdekaan memiliki makna yang mendalam bagi bangsa Indonesia. Hari untuk mengenang masa lalu, merayakan masa kini, dan membayangkan masa depan yang penuh kemajuan dan kemakmuran sehingga ada rakyatnya merasakan kepedihan dan tipu daya lagi. Sebagaimana diultimatum oleh Tuhan di dalam QS Al Fathir: 43, berarti;

“… tipu daya yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri …”

Mesti diyakini, manakala dikhianati, maka kepedihan disebabkan oleh tipu daya akan dituai oleh siapa pun melakukannya dan mesti dirasakan berhingga berkiamatan.

Tidak selamanya esensi dari kemerdekan bisa dimanipulasi untuk dibajak di dunia dan terlebih lagi di akhirat. Tentu akan direduksi kembali dari berawalan hingga berakhiran episode kepemimpinan untuk dipertanggungjawabkan dengan seksama pula titik komanya.

Berawal dari Pati

Boleh jadi berawal dari Pati. bertampak peti mati demokrasi bukan dari mata hati. tetapi
discovery bermata uang terbagi dengan benderang menderu juga terselubung hinggalembaran uang berkarung agar bisa jadi pemenang berkunang kunang_

Membumbung, tentu aji mumpung mesti melambung dan kini, mesti dituai ledakan demo besar besaran dari rakyat sendiri nan menindasin

Boleh jadi, berawal dari Pati, bertampak peti mati demokrasi
bukan dari mata hati. Tentu, wajar Rakyat akan bangkit terus untuk menindasi pilihan demokrasi bermata uang berkarung karung. Berhingga terkurung dan terkungkung akar dari demokrasi kong kali kongan

Kini, boleh jadi berawal dari Pati Jawa Tengah, gaung gong telah bertabu dan mungkin akan terus melangkah, _berhingga bukan uang berangka lagi, tetapi demokrasi bermata hati nurani jadi kiblatannya.

Jadi, topik dibajak Merdeka Rakyat Membara boleh dimaknai esensi kemerdekaan bangsa Indonesia yang telah bebas dari  penindasan dan tekanan oleh penjajah sebagai pembajak sesungguhnya. Namun, kini malahan terkesan didaur kembali gaya bajakan oleh pengelola negerinya sendiri dan wajar rakyat semakin marah membara di dalam otokritik untuk menindasinya sehingga mereka siuman berkalam kemerdekaan._Wallahu’alam

Editor : Nursalim Turatea

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://detikperistiwa.co.id/wp-content/uploads/2024/03/IMG-20240311-WA0045.jpg