GEBER Desak Pemerintah Pusat Tindak Mafia Rokok Ilegal, Pakar Hukum Ingatkan Potensi “State Loss” Triliunan Rupiah detikperistiwa

Tanjungpinang – Kepulauan Riau – detikperistiwa.co.id

Gelombang perlawanan terhadap peredaran rokok ilegal di Kepulauan Riau kian menguat. Pasca aksi damai yang digelar di Tanjungpinang pada 25 Agustus 2025, Tim Gerakan Bersama (GEBER) Kepulauan Riau yang terdiri dari organisasi kepemudaan, pedagang resmi, mahasiswa, hingga elemen masyarakat sipil lainnya, akan bergerak menuju Jakarta untuk menindaklanjuti tuntutan mereka.

Tiga institusi besar menjadi tujuan utama: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) di Rawamangun, Gedung Bareskrim Mabes Polri di Jalan Trunojoyo, dan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kuningan, Jakarta Selatan. Di ketiga lembaga itu, aliansi menyuarakan desakan agar pemerintah pusat bertindak tegas terhadap praktik peredaran rokok non-cukai yang selama ini merugikan keuangan negara dalam jumlah fantastis.

“Negara tidak boleh kalah oleh mafia rokok ilegal. Hentikan praktik pembiaran yang merugikan masyarakat dan negara,” tegas juru bicara aliansi GEBER, seraya menyebut praktik tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa penindakan serius.

Aliansi mendesak penutupan seluruh pabrik rokok ilegal di Batam, pengusutan terhadap para produsen dan distributor rokok non-cukai, serta penindakan terhadap oknum aparat Bea Cukai maupun aparat penegak hukum lain yang diduga membekingi jaringan mafia rokok ilegal di Kepulauan Riau.

Di tengah desakan ini, sejumlah pakar memberi pandangan kritis. Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Dr. Andi Prasetyo, menilai bahwa kasus rokok ilegal di Kepri tak semata pelanggaran administratif, tetapi berpotensi menyeret banyak pihak ke ranah hukum pidana yang lebih serius.

“Jika benar ada oknum aparat yang melindungi jaringan ini, maka persoalannya bukan sekadar pajak atau cukai, tetapi sudah masuk ranah tindak pidana korupsi dan kejahatan terorganisasi. KPK dan Polri wajib turun tangan karena kerugiannya masif,” tegasnya.

Pandangan serupa datang dari ekonom kebijakan publik INDEF, Faisal Rahman, yang menekankan bahwa peredaran rokok ilegal sudah lama menjadi penyumbang terbesar kebocoran penerimaan negara di sektor cukai.

“Dari studi kami, potensi kerugian negara dari rokok ilegal secara nasional bisa tembus puluhan triliun per tahun. Kalau dibiarkan, target penerimaan cukai rokok nasional akan jebol, sementara industri rokok resmi dan petani tembakau juga ikut terdampak,” ujarnya.

Di sisi lain, pengamat tata kelola pemerintahan dari Transparency Institute, Maria Lestari, menyoroti persoalan transparansi di tubuh Bea Cukai. Ia mengkritik kabar bahwa pihak Bea Cukai Tanjungpinang terkesan meremehkan aksi demonstrasi yang digelar beberapa waktu kedepannya.

“Kalau benar ada kesan meremehkan, itu kontraproduktif. Publik menuntut transparansi. DJBC harus membuka data pengawasan, jumlah kasus yang ditangani, dan sanksi terhadap pelaku rokok ilegal. Ini soal akuntabilitas lembaga negara.

Aliansi GEBER sendiri menegaskan akan terus mengawal proses hukum hingga ada langkah nyata dari pemerintah pusat maupun aparat penegak hukum. Mereka mengingatkan bahwa perjuangan ini bukan hanya soal menutup pabrik rokok ilegal, tetapi juga membersihkan institusi penegak hukum dari oknum yang diduga bermain di balik jaringan mafia rokok ilegal.

“Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan karena aparat terkesan tutup mata,” pungkas pernyataan aliansi tersebut.

Dengan menggabungkan suara masyarakat sipil, analisis akademisi, dan desakan publik, kasus ini diperkirakan akan menjadi ujian serius bagi integritas DJBC, Polri, dan KPK dalam membuktikan komitmen mereka memberantas mafia rokok ilegal yang diduga telah merugikan negara hingga triliunan rupiah setiap tahunnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://detikperistiwa.co.id/wp-content/uploads/2024/03/IMG-20240311-WA0045.jpg