Mengutamakan Moral dan Etika, Profesional Guru Hampir Musnah di Tangan AI

Oleh : Afrija Sauma,S.I.Kom

Bener Meriah – detikperistiwa.co.id

Guru adalah pahlawan tanpa-tanda jasa. Namun seiring dengan terbitnya Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, ungkapan di atas tidak menjadi relevan jika disematkan pada guru saat ini. Dijelaskan dalam Undang-undang tersebut bahwa pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,pendidikan dasar, dan Pendidikan menengah. Hal ini sejalan dengan penjelasan Pidarta (1997:265) bahwa guru dan dosen adalah pejabat professional sebab mereka diberi tunjangan professional.11 September 2025

Melihat hal tersebut membuat banyak orang yang berlomba-lomba berebut untuk berprofesi sebagai guru karena adanya reward (penghargaan) yang diberikan oleh pemerintah, sehingga membuat sebagian orang memiliki kesan menjadi guru hanya mengejar keuntungan. Niat menjadi guru sebaiknya jangan semata-mata untuk mencari keuntungan duniawi atau keuntungan materi, sebab akan sia-sia saja seorang guru yang memiliki niat untuk mencari kekayaan dunia. Memang benar jika banyak orang mengatakan bahwa profesi guru sesungguhnya bukanlah murni sebuah pekerjaan untuk mencari uang, artinya bukan semata-mata untuk menjadi sumber penghasilan belaka.

Guru adalah orang yang berada di garis terdepan dalam dunia Pendidikan dalam hal mendidik dan mengajar peserta didik. Maka demi terwujudnya suatu Pendidikan yang berkelas atau dengan bahasa lain bermutu, persoalan guru harus dipersiapkan dengan matang dan sebaik-baiknya. Profesi guru tidaklah hanya dipandang sebagai pekerjaan formalitas yang menuntut pada pelaksanaan mengajar di kelas, jabatan akademik, dan bayaran atau gaji, namun lebih pada tindakan-tindakan edukatif dengan tujuan murni membentuk manusia relegius, terdidik dan berakhlak mulia.

Dalam tujuan Pendidikan (kemdiknas) yang termuat dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan nasional adalah mengembanhkan potendi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. di japan ada ungkapan yang menggambarkan betapa guru memiliki jasa yang sangat besar.

Memilih menjadi guru itu panggilan. Pilihan dengan tanggung jawab besar. Tak tanggung-tanggung. Membentuk pribadi manusia unggul, mengantar menuju cita-cita yang diharapkan.
Namun, kini kita dihadapkan pada tantangan baru. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan kecerdasan buatan (AI) secara perlahan menggeser peran guru sebagai sumber utama ilmu pengetahuan. AI mampu menyediakan informasi dengan cepat dan akurat, yang membuat peran guru dalam menyampaikan pengetahuan menjadi semakin terpinggirkan. Di sisi lain, meski AI menawarkan akses ilmu pengetahuan tanpa batas, ada kekhawatiran tentang “musnahnya kepakaran.” Guru yang semula menjadi sosok berwibawa dalam mendidik kini harus bersaing dengan mesin yang bisa menggali informasi dalam sekejap.

Di tengah teknologi yang semakin canggih, dampak negatif terhadap karakter manusia mulai terlihat. Akses informasi yang tak terkontrol melalui internet seringkali merusak nilai-nilai moral generasi muda.
Tantangan lain yang dihadapi para guru adalah menurunnya tingkat kepercayaan orang tua terhadap mereka. Banyak orang tua kini lebih waspada terhadap tindakan guru di sekolah, bahkan tidak segan membawa aduan ke ranah hukum ketika ada dugaan kekerasan atau perlakuan tidak adil terhadap anak-anak mereka. Hal ini tidak hanya berdampak pada hubungan guru dan orang tua, tetapi juga membuat guru menjadi semakin terbatas dalam mendidik dengan tegas.

Di tengah gempuran teknologi dan perubahan sosial yang dinamis, guru tetap menjadi pilar utama peradaban. Mereka adalah penerang di masa lalu, dan di masa depan pun mereka tetap menjadi cahaya harapan bagi kemajuan peradaban manusia. Tantangan yang ada harus dihadapi dengan inovasi, adaptasi, dan dedikasi. Masa depan peradaban bergantung pada para guru yang terus berdedikasi, yang tetap teguh sebagai penjaga moral dan sumber inspirasi bagi generasi mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *