Dinas Sosial Kabupaten Jember Salurkan Bantuan Kursi Roda dan Paket Sembako, kepada Penyandang Disabilitas dan Lansia

Jember | detikperistiwa.co.id 

Siang itu, matahari berdiri tegak di atas Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember. Cahayanya jatuh lurus ke halaman rumah-rumah sederhana, menyentuh dinding kusam, genteng tua, dan tanah yang telah lama menjadi saksi kesabaran penghuninya. Dari balik sebuah rumah kecil, yang bagi orang luar mungkin tampak biasa, tetapi bagi penghuninya adalah istana kecil penuh Sejarah. Lalu tampak seorang perempuan lanjut usia. Kerudung lusuh menutup kepala yang mulai memutih,

Sementara wajahnya tampak lesu, menyimpan perjalanan hidup panjang yang tidak selalu ramah. Dan siang itu bukan hari biasa. Di balik kelelahan yang terlukis di wajahnya, terselip secercah kegembiraan yang tak bisa disembunyikan. Tatapannya berubah ketika sebuah kendaraan dinas berhenti di depan rumah. Beberapa petugas berseragam turun dengan langkah sigap.

Mereka bukan membawa janji, melainkan bukti kehadiran negara. Mereka adalah petugas Dinas Sosial Kabupaten Jember, yang hari itu datang menyapa warga dengan sesuatu yang jauh lebih penting dari sekadar bantuan: pengakuan atas martabat kemanusiaan.

Momen tersebut menjadi potret kecil dari kerja besar Pemerintah Kabupaten Jember melalui Dinas Sosial. Pada Selasa, 16 Desember 2025, Dinsos Jember menyalurkan bantuan kursi roda dan paket sembako kepada warga penyandang disabilitas dan lansia di Kecamatan Bangsalsari.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program layanan cepat tanggap, sebuah mekanisme yang dirancang untuk menjawab kebutuhan mendesak warga rentan secara langsung, terukur, dan tepat sasaran.
Empat desa menjadi titik penyaluran utama, yakni Desa Petung, Tisnogambar, Karangsono, Gambirono, serta Desa Bangsalsari.

Total tujuh warga menerima manfaat bantuan tersebut. Masing-masing membawa kisahnya sendiri: tentang tubuh yang kian rapuh dimakan usia, tentang keterbatasan fisik yang membatasi ruang gerak, serta tentang keluarga yang bertahan di tengah himpitan ekonomi.

Penyaluran bantuan ini tidak dilakukan secara serampangan. Pemerintah desa dan kecamatan turut mengawal proses sejak awal hingga akhir. Mulai dari pengusulan, pendataan, asesmen lapangan, hingga penyerahan langsung ke rumah warga. Pendekatan ini menegaskan bahwa bantuan sosial bukan sekadar distribusi barang, melainkan proses sosial yang menuntut kepekaan, ketelitian, dan empati.

Di Desa Petung, suasana haru terasa kuat. Ibu Ngatini, salah satu penerima manfaat, duduk di teras rumahnya sambil memandangi kursi roda yang baru saja diterimanya. Bagi orang lain, kursi roda mungkin hanya alat bantu. Namun bagi Ibu Ngatini, benda itu adalah simbol kebebasan yang selama ini tertunda. Selama bertahun-tahun, ia harus bergantung pada orang lain untuk berpindah tempat. Setiap langkah adalah perjuangan, setiap aktivitas adalah pengorbanan.

“Bantuan ini sangat membantu kami,” ujarnya dengan suara bergetar. “Sembako yang diberikan sangat bermanfaat bagi keluarga kami yang tidak mampu.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada Bupati Jember Gus Fawait, karena melalui Dinas Sosial Jember telah mengupayakan dan memberikan bantuan ini kepada kami,” ungkap Ibu Ngatini salah satu penerima bantuan.

Ucapan sederhana itu mengandung makna yang dalam. Ia bukan sekadar ungkapan terima kasih, tetapi juga pengakuan bahwa kehadiran pemerintah dirasakan nyata di tingkat paling dasar kehidupan warga. Di desa lain, ekspresi serupa terulang. Senyum, mata berkaca-kaca, dan doa tulus mengiringi setiap penyerahan bantuan.

Irfan, yang mewakili Kepala Dinas Sosial Kabupaten Jember, menjelaskan bahwa seluruh bantuan yang disalurkan merupakan hasil usulan dari pemerintah desa.
Usulan tersebut kemudian melalui proses asesmen untuk memastikan kesesuaian kebutuhan. “Bantuan ini merupakan usulan dari desa yang sudah kami asesmen,” jelas Irfan kepada awak media.

“Hari ini kami menyalurkan empat unit kursi roda dan paket sembako kepada tujuh penerima manfaat. Prinsip kami adalah memastikan bantuan benar-benar diterima oleh warga yang membutuhkan.

Ia menambahkan bahwa kolaborasi.  Antara Dinas Sosial, Pemerintah Desa, dan Kecamatan menjadi kunci utama keberhasilan program. Pendataan yang akurat dan verifikasi lapangan dilakukan untuk menjamin bantuan tepat sasaran serta meminimalkan potensi masalah sosial di kemudian hari.

Dalam perspektif kebijakan publik, pendekatan ini mencerminkan tata kelola bantuan sosial yang berorientasi pada manusia. Bantuan tidak lagi dipandang sebagai angka dalam laporan, melainkan sebagai intervensi nyata yang berdampak langsung pada kualitas hidup warga. Camat Bangsalsari, Bambang Erwin Setyono, menyampaikan apresiasi atas kerja cepat Dinas Sosial Kabupaten Jember.

Menurutnya, bantuan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan, khususnya bagi lansia dan penyandang disabilitas.
“Kami berharap bantuan ini benar-benar bermanfaat dan mampu meringankan beban warga,” ujarnya.

“Pemerintah kecamatan bersama pemerintah desa akan terus memastikan pengusulan bantuan berikutnya berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Ia menegaskan komitmen pemerintah kecamatan untuk mendukung penuh program-program sosial Pemerintah Kabupaten Jember di bawah kepemimpinan Bupati Jember Gus Fawait, terutama dalam upaya penanganan kemiskinan. “Kami akan terus mendukung program Gus Bupati, khususnya yang menyentuh persoalan kemiskinan.Harapannya, bantuan sosial di Kecamatan Bangsalsari ke depan semakin tepat sasaran,” tambahnya.

Di balik rangkaian kegiatan tersebut, terdapat pesan simbolik yang kuat. Kursi roda bukan sekadar alat bantu mobilitas, tetapi penanda bahwa negara hadir untuk menggerakkan kembali kehidupan warganya. Sembako bukan hanya kebutuhan pangan, melainkan simbol keberlanjutan hidup dan rasa aman. Dalam kajian sosial, bantuan semacam ini dapat dibaca sebagai bahasa kekuasaan yang paling manusiawi.

Negara berbicara tidak melalui pidato atau baliho, tetapi melalui tindakan konkret yang menyentuh langsung tubuh dan perut warganya. Di sinilah makna kehadiran negara menemukan bentuknya yang paling jujur. Namun, negara tidak bisa bekerja sendiri. Semangat gotong royong dan saling tolong-menolong harus terus dirawat. Pemerintah dapat menjadi penggerak, tetapi masyarakatlah yang menjaga nyala solidaritas agar tidak padam. Di tengah keterbatasan, kepedulian sosial adalah modal terbesar.

Peristiwa di Bangsalsari siang itu mengingatkan bahwa kemiskinan dan kerentanan bukanlah aib, melainkan kondisi sosial yang harus dihadapi bersama. Ketika yang kuat bersedia menopang yang lemah, maka martabat kemanusiaan tetap terjaga.

Menjelang sore, rombongan Dinas Sosial bersiap meninggalkan lokasi. Matahari mulai condong ke barat, meninggalkan cahaya keemasan di jalan-jalan desa. Di belakang mereka, tersisa kursi roda yang siap digunakan, paket sembako yang tersusun rapi, serta hati-hati yang sedikit lebih ringan. Tidak ada tepuk tangan meriah, tidak ada seremoni besar. Yang ada hanyalah keheningan yang penuh makna, senyum yang jujur, dan doa yang dipanjatkan dalam diam.

Dari rumah-rumah sederhana itu, harapan kembali tumbuh.Kisah ini mungkin tidak menjadi berita utama nasional. Namun di sanalah letak kekuatannya.

Di ruang-ruang kecil kehidupan warga, negara hadir dan kemanusiaan menemukan suaranya. Sebuah pengingat bahwa kesejahteraan bukan semata soal statistik, melainkan tentang manusia, martabat, dan keyakinan bahwa kita tidak pernah sendiri selama masih mau saling menolong.

 

 

(Sugianto)