Sidoarjo – detikperistiwa.co.id
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Sidoarjo, Dr. M. Bahrul Amig, S.Sos., MM mengimbau masyarakat di wilayah Krian agar bersatu dan berkomitmen dalam mengelola persoalan persampahan yang masih menjadi isu krusial. Hal ini disampaikannya saat awak media menyambangi kantor DLHK di Jalan Raya Siwalan Panji No. 36, Bedrek, Kecamatan Siwalan Panji, Rabu (21/05/2025), terkait polemik sampah yang sempat viral di depan Rumah Potong Unggas (RPU) Krian.
Menurut Bahrul Amig, pengelolaan sampah tidak bisa dibebankan sepenuhnya kepada pemerintah. Ia menekankan pentingnya keterlibatan semua unsur masyarakat, mulai dari warga, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), pemerintah desa atau kelurahan, kecamatan, hingga tim dari DLHK sendiri. “Kalau semua pihak kompak dan bergerak bersama, maka tidak ada lagi cerita sampah dibuang sembarangan di pinggir jalan,” ujarnya.
Ia menambahkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, khususnya Pasal 12, seluruh warga negara memiliki tanggung jawab atas sampah yang mereka hasilkan. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, karena masalah ini menyangkut kesadaran kolektif dan kedisiplinan sosial.
Masalah sampah di Krian kembali mencuat setelah salah satu awak media yang melakukan peliputan yang memperlihatkan tumpukan sampah berserakan di depan RPU Krian. Pandangan tersebut memantik reaksi publik dan memunculkan kesan bahwa DLHK lalai dalam menjalankan tugasnya. Namun, dalam klarifikasinya, Bahrul Amig menjelaskan bahwa lokasi tersebut sejatinya merupakan titik kumpul sementara (TPS) yang telah dijadwalkan untuk diangkut menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Jabon.
“Masalahnya, titik kumpul itu sering disalahgunakan warga sekitar sebagai tempat buang sampah pribadi di luar jam yang telah ditentukan. Ini tentu menjadi masalah baru yang tak bisa diselesaikan oleh petugas saja,” jelasnya.
Ketua RW 08 Kelurahan Ngingas, Muhammad Mukti Abidin, turut angkat suara. Ia mengatakan bahwa warga di wilayahnya kini tengah mencari solusi alternatif. Salah satunya dengan memindahkan pembuangan sampah ke TPS di wilayah Gamping Kulon, disertai penataan ulang iuran untuk mendukung pengelolaan yang lebih tertib.
Bahrul Amig menegaskan bahwa pendekatan saling menyalahkan dan menciptakan opini negatif hanya akan memperkeruh suasana. Ia mengajak semua pihak untuk berpikir besar dan berjiwa besar, karena sampah adalah masalah bersama, bukan untuk dibebankan pada satu institusi.
“Kita harus saling komunikasi dengan baik. Jangan fokus pada masalah, tapi fokus pada solusi. Kalau semua pihak bisa bekerja sama dan berkoordinasi, maka persoalan ini bisa diselesaikan tanpa kegaduhan,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa pemerintah daerah tidak mencampuri urusan pengelolaan dana iuran sampah oleh masyarakat. DLHK hanya akan turun tangan jika menyangkut sampah residu yang tidak bisa dikelola secara mandiri oleh warga. “Kalau memang ada sampah yang tidak bisa ditangani, baru DLHK akan bantu angkut ke TPA,” jelasnya.
Kondisi geografis Krian yang cukup jauh dari TPA Jabon juga menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, Bahrul Amig mendorong adanya kajian dan perhitungan yang matang dalam mencari solusi lokal yang efektif. Salah satu alternatif yang kini mulai digagas adalah penggunaan TPS kolektif dengan sistem iuran yang tertata.
“Penataan iuran ini penting untuk menunjang biaya operasional pengangkutan dan pengelolaan sampah. Tapi yang tak kalah penting adalah edukasi masyarakat agar lebih sadar dan tertib dalam membuang sampah,” ungkap Mukti Abidin.
DLHK Sidoarjo berharap agar masyarakat Krian dapat menjadi contoh sinergi yang positif dalam tata kelola sampah. Komitmen kolektif ini akan menjadi pondasi penting untuk menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan.(Luq)
