Subang – detikperistiwa.co.id
Pemberantasan korupsi di negeri ini sepertinya masih menggantung di langit, bak mengepel lantai di bawah genting bocor, lantainya tak akan pernah kering, persisnya korupsi terus tumbuh subur.
Perilaku korupsi di negeri ini bukan lagi merupakan gejala, melainkan sudah akut dan merupakan bagian dari kehidupan dan kegiatan di hampir semua lini, baik di birokrasi, sosial, ekonomi, budaya dan tak terkecuali di bidang politik.
Hal tersebut tidak saja merugikan keuangan negara, tetapi juga bisa menghancurkan perekonomian dan menyengsarakan rakyat, dan dalam skala lebih luas juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional sebagai akibat dari efek domino.
Fenomena ini seperti yang melanda di tubuh pemerintahan desa Karang sari, Kecamatan Binong, Kabupaten Subang, terkait penggunaan anggaran desa (baca: Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa/APBDes) bersumber dari Dana Desa (DD), BKUD/K (APBD-II Kab.Subang) Banprov (APBD-I Prov.Jawa Barat), tetapi nyaris tak tersentuh oleh Inspektorat daerah ataupun aparat penegak hukum (APH), sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa hingga mencapai ratusan juta rupiah.
Hasil investigasi dan keterangan sejumlah sumber menyebutkan kegiatan yang diduga jadi ajang KKN diantaranya penyertaan modal BUMDES bersumber dari Dana Desa (DD) senilai puluhan juta bahkan ratusan juta rupiah yang diperuntukkan Simpan Pinjam, Pendirian BRI-Link tidak jelas juntrungannya , pasalnya hingga kini tidak ada aktifitasnya.
Tak hanya itu kegiatan yang dananya diduga dibancak juga program multi year selama 5 tahun , dimulai sejak tahuj 2019 hingga 2023. Yaitu dana Stimulan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Tigkat RT melalui BKK-BKUD diperuntukkan 16 RT masing-masing mendapat Rp.10 juta/RT, disalurkan secara bertahap selama kurun waktu 5 tahun. Namun yang diduga tidak direalisasikan sepenuhnya sejak tahun 2021 hingga 2023 diperuntukan 9 RT senilai Rp.90 juta.
Menurut sumber pada tahun-tahun awal dana itu dpergunakan untuk kegiatan fisik dan setelah ada Covid-19 dilimpahkan ke usaha- usaha ekonomi masyarakat. Namun dalam prakteknya diduga tidak sepenuhnya mengucur kepada penerima manfaat (kelompok UMKM), entah hinggap dimana danaya, ujar sumber.
Masih kata sumber dari sebanyak 16 RT, diperuntukan di TA 2019 sebanyak 5 RT, Th 2020 sebanyak 2 RT, Th 2021, Th 2022, Th 2023 masing-masing 2 Rt,4 Rt, 3 Rt dan 2 Rt.
Tujuan program ini lanjut sumber untuk memulihkan aktivitas dan produktivitas ekonomi bagi masyarakat ekonomi berpenghasilan harian di tingkat RT pada masa dan pasca pademi COVID-19 dalam upaya pemulihan ekonomi daerah.
Sedangkan sasarannya adalah masyarakat tingkat RT pelaku ekonomi di lingkungan RT yang telah beropersional kegiatan usahanya dan terkena dampak dari pandemic Covid-19.
Selanjutnya dugaan penyimpangan dana pemeliharaan gedung sekoah Non formal milik desa bersumber DD, dana ini malah diterapkan untuk pemeliharaan SDN Nanggerang sebesar Rp.20 jutaan. Hal ini tidak sesuai dengan RAB awal.
Begitu pula penyimpangan penggunaan dana penyelenggaraan Pos Yandu atau biaya operasional Pos Kesehatan Desa selama dua tahun anggaran (TA 2022,2023) sebesar Rp.78.300 ribu.
Guna menghindari terjadinya penghakiman oleh media (Trial By the Press) sebagaima belakangan belakangan ini kerap dikeluhkan oleh Nara sumber berita akibat kurangnya validasi informasi serta informasi serta keterangan yang terima, maka dipandang perlu untuk melakukan crosscheck/penelusuran langsung terhadap para pihak terkait dengan permasalahan yang ditemukan.
Namun sayangnya Kades Karangsari Mulyati saat dikonfirmasi melalui surat yang dikirim pada medio Agustus 2024, perihal permintaan konfirmasi dan klarifikasi tidak berkenan menanggapi.
Terkait terjadinya dugaan KKN yang melanda Pemerintahan Desa Karangsari, pentolan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) GASAK Dadang menyesalkan atas perilaku KKN oknum Pemerintah Desa Karangsari yang dampaknya berpotensi merugikan keuangan Negara.
Menurut Dadang saat dihubungi dikediamannya belum lama ini menyatakan perbuatan dugaan KKN oknum perangkat desa itu merupakan peristiwa pidana, sehingga aparat penegak hokum (APH) tidak harus menunggu pengaduan, tetapi dapat mencokok langsung terduga pelakunya sepanjang terpenuhinya alat bukti.
“ Kami akan membawa kasus ini ke ranah hokum, bila kelak sudah diketemukan fakta-fakta yiridisnya secara legkap,” pungkasnya. (Yuyun.Yunalia)