MK Putuskan UU Tapera Bertentangan dengan UUD 1945 UU Tapera tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tidak dilakukan perubahan.

MK Putuskan UU Tapera Bertentangan dengan UUD 1945

UU Tapera tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tidak dilakukan perubahan.

 

 

29 September 2025

 

 

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo. 

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). MK menyatakan UU Tapera bertentangan dengan UUD 1945, sehingga UU Tapera tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tidak dilakukan perubahan.

 

“Mengadili, satu, mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Dua, menyatakan UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran NRI Tahun 2016 No 56, tambahan lembaran NRI nomor 5863) bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang sebagaimana amanat Pasal 124 UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,” ujar ketua hakim MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan nomor 96/PUU-XXII/2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (29/9) seperti dilansir dari Youtube MK.

 

Hakim Suhartoyo juga menyatakan UU No 4 Tahun 2016 tentang Tapera (Lembaran NRI tahun 2016 No 55 tambahan lembaran negara NRI No 5863) dinyatakan tetap berlaku dan harus dilakukan penataan ulang dalam waktu paling lama 2 tahun sejak putusan a quo diucapkan.

 

Kepesertaan Wajib Tapera Tidak Saklek Berlaku Tahun 2027

Potongan Gaji 3 Persen untuk Tapera Dinilai Bebani Pengusaha dan Buruh

Catatan Penolakan Serikat Buruh Terhadap Program Tapera

Dalam pertimbangannya, hakim MK menilai Tapera bukan pungutan yang bersifat memaksa. Hakim MK mengatakan konsep tabungan Tapera akan menggeser konsep tabungan yang bersifat sukarela dan mempunyai sifat kebebasan kehendak.

 

“Oleh karena itu, Mahkamah menilai Tapera telah menggeser makna konsep tabungan yang sejatinya bersifat sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana didalilkan Pemohon,” ujar hakim MK Saldi Isra.

 

Hakim MK menilai norma Pasal 7 ayat (1) UU No 4 Tahun 2016 justru tidak sejalan dengan tujuan yang dimaksud. Sebab, menurut hakim, norma tersebut mewajibkan setiap pekerja, termasuk pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum untuk menjadi peserta Tapera.

 

Menurut hakim MK, hal ini tidak sejalan dengan esensi Pasal 34 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, yang pada pokoknya menegaskan kewajiban negara untuk mengambil tanggung jawab penuh atas kelompok rentan, bukan justru mewajibkan mereka menanggung beban tambahan dalam bentuk tabungan yang menimbulkan unsur paksaan.

 

Hakim MK berpendapat, kewajiban yang tertera dalam UU Tapera yang meminta seluruh pekerja termasuk yang telah memiliki rumah atau belum menjadi peserta Tapera menimbulkan perlakuan yang tidak adil. Hal ini tentunya berpotensi menimbulkan beban ganda bagi pekerja.

 

“Mahkamah menilai bahwa keberadaan Tapera sebagai kewajiban, terlebih disertai sanksi, tidak hanya bersifat tumpang tindih tetapi juga berpotensi menimbulkan beban ganda, terutama bagi kelompok pekerja yang sudah berkontribusi dalam skema jaminan sosial lainnya yang telah ada,” ujar hakim MK Enny Nurbaningsih.

 

Siap Koordinasi dengan Kementerian PKP

 

Menanggapi putusan MK, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) siap berkoordinasi dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan kepesertaan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak lagi menjadi suatu kewajiban.

 

“Kita akan koordinasi tentunya dengan Kementerian PKP terlebih dahulu untuk melihat hal ini,” ujar Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho usai acara Akad Massal 26.000 KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di Cileungsi, Kabupaten Bogor pada Senin (29/9), seperti dilansir Antara.

 

Menurut Heru, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera sebelumnya merupakan inisiatif kementerian teknis terkait saat itu yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

 

“Karena dulu Undang-Undang Tapera juga inisiatifnya dari kementerian teknis terkait. Kita lihat dulu, kita belum bisa bicara terkait hal itu. Kita lihat dulu kemungkinan dampaknya (impact), terutama terkait dengan ke eksistensi kelembagaan dan sebagainya, harus kita lihat,” katanya.

 

BP Tapera menghormati keputusan dari MK terkait kepesertaan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). “Kita menghormati putusan MK. Nantikan kita lakukan, bagaimana supaya Tapera ini bisa berjalan, tapi tidak menjadi beban bagi rakyat, bagi masyarakat. Bagaimana ke depan bisa ada pembiayaan-pembiayaan kreatif yang bisa kita upayakan,” kata Heru.

 

Menurut dia, pembiayaan kreatif yang diupayakan seperti perluasan skema FLPP yang saat ini dikelola pemerintah. Ataupun skema berbasis investasi.

 

“Tapi itu aturannya harus kita upayakan dulu. Ya tinggal skemanya.Kalau skemanya menarik, tentu investasi juga bisa masuk. Ini yang lagi kita skemakan. Dengan tadi yang saya sampaikan, ada rent-to-own. Siapa tahu ada investor mau masuk ke rent-to-own,” katanya.””

 

Jurnalis detikperistiwa Belitung Timur.

Suhartono ptytsl.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *