Breaking News
Gunawar Terpilih Sebagai Geuchik Cot Trieng Periode 2025–2031 Sejarah Mistis Batu Buyong Dan Wisata Belitung Timur. Diantara bebarapa objek wisata yang ada di pulau Belitung,salah satu yang sering di kunjungi wisatawan local adalah Batu Buyong di Batu Aer Tanjung Kelumpang . Obyek Wisata ini berada di daerah paling ujung di Selatan Pulau Belitung,terletak sekitar 110 km dari kota Tanjung Pandan, Batu Buyong bisa di capai menggunakan kendaraan roda dua maupun empat. Kelebihan obyek Wisata ini adalah sebuah batu seukuran lapangan bulu tangkis yang terlihat agak unik. Layaknya sebuah batu yang memang di letak kan di atas sebuah batu datar lain nya. Senin (4 Agustus 2025) Tono biasa disapa dengan panggilan Pitoy ini, anak dari Saidi Kahar, Cucu dari kek Kahar (Dukun terdahulu) Tono Pitoy penerus kuncen (Dukun) Batu Buyong yang juga melibatkan dukun Kampong bang alm Zani. Tono Pitoy  menyebutkan, sebagai tempat wisata, kawasan obyek wisata Batu Buyong ini juga di kenali masyarakat sebagai tepat yang memiliki nuansa Magis cukup kuat. Hingga kerapkali orang-orang mendatangi Batu Buyung untuk bernazar, jelas Pitoy. Tak terlepas dari cerita di balik keberadaan dan asal usul Batu Buyong itu sendiri. Yang konon hanya sebuah batu kecil seukuran kepala bayi ( buyong.red ) yang berasal dari Kerajaan Majapahit, jelas Pitoy. Di kisahkan,dalam satu misi perluasan wilayah, satu armada kecil dari Kerajaan Majapahit melihat sebuah ” gosong ” yang aneh. Tampak seperti gosong,tapi pemandangan dari laut sangatlah indah. Terpesona dengan keindahan gosong tersebut, serempak semua awak perahu menghentikan pekerjaan. Mereka memilih menikmati keindahan tersebut daripada melakukan pekerjaan. Namun demikian,kendati memiliki kesempatan, mereka tak berani langsung mendarat ke gosong tersebut. Takjub dengan keindahan gosong tersebut, para awak perahu Kerajaan Majapahit seperti merasakan hanya mendatangi sebuah pulau tak berpenghuni saja. Tapi bedasarkan pengalaman di pulau-pulau lain, mereka merasa yakin bahwa gosong yang indah ini pasti ada penghuni nya. Dengan keyakinan tersebutlah kemudian mereka menyempatkan diri singgah sebentar untuk sekedar beristirahat sambil menikmati indahnya gosong. Sesampai di tanah Jawa, pimpinan Armada Kecil itupun segera melapor kepada Raja. Menceritakan pulau temuan yang anggap ganjil dan penuh misteri ini. Mendapat laporan demikian Raja merasa perlu untuk segera menanggapinya. Pertemuan singkat pun di gelar untuk memutuskan apakah pulau tersebut akan di beri tanda sebagai milik Majapahit. Di akhir pertemuan Raja menginstruksikan Hulubalang membuat sebuah tanda berupa subuah batu yang di buat dari batu dapur ( Tanah liat yang di bulatkan, biasanya di gunakan untuk membuat dapur api di rumah-rumah di kampong, sebesar kepala buyong-bayi.(red ). Mendapat instruksi demikian, Hulubalang pun segera menyiapkan sebuah batu dapur lengkap dengan tali rantai yang panjang sebagai pengikat pulau tersebut dari Pulau Jawa. Setelah semua perlengkapan siap rombongan kedua pun berangkat menuju pulau misterius tadi. Berbeda dengan misi sebelumnya,kali ini anggota rombongan jauh lebih banyak. Singkat cerita setelah rombongan tadi sampai di pulau misterius, mereka segera meletakan Batu Buyong di tempat nya sekarang ini. Dari Batu Buyung ini pula lalu di ikatkan rantai hingga sampai ke Pulau jawa. Sedang sebagian kecil tetap tinggal untuk mengawasi sekaligus menjaga pulau tersebut agar tidak di ambil orang lain. Penjaga inilah yang konon masih menghuni daerah dimana batu tersebut di letak kan. Kepada beliaulah orang-orang minta sesuatu untuk kemudahan yang bersifat duniawi. Saat ini Batu Buyung sudah tidak seperti keadaannya pertama kali di bawa dari tanah Jawa, yang hanya seukuran kepala bayi. Tapi sudah membesar hingga menjadi seukuran lapangan bulutangkis. Namun, yang aneh bin ajaib, letak Batu Buyong ini persis seperti sebuah batu yang memang diletakan di atas sebuah batu datar lain nya. Lebih lanjut Tono Pitoy mengatakan, menurut sejarahnya jaman dahulu, jika batu ini di dorong baramai-ramai ia akan tergeser ke lautan.Tetapi karena sekarang sudah di anggap batu berpenghuni, maka orang tak berani lagi membuktikan nya. Pitoy juga mengatakan bahwa, penghuni Batu Buyung ada 9 orang. 3 diantaranya Yaitu Kik Bedungun, Kik Bujang Tanggong ( Melayu/Islam ), Dr.Parlin dan disebelah kanan paling ujung khusus Tepekong yang dahulu yang sering didatangi  orang Cina Bombai  Gambar Melayang ( Cina/Khong Hu Cu ), dan Penderas kilat Di Awan ( Kulit Putih), Kata Tono Pitoy. Pendapat lain juga menyebutkan bahwa, permintaan sesuatu kepada penunggu Batu Buyong ini akan bisa di kabulkan setelah peminta melakukan ” Pertapaan yang sangat berat ujian nya. Mula-mula Pertapa di lemparkan ke Gunung Baginda, lalu oleh penghuni Gunung Batu Beginda di kembalikan ke Batu Buyong. Lempar melempar itu terjadi sebanyak tujuh kali secara berulang-ulang. Nah, jika di Pertapa berhasil melewati ujian pertama ini, maka si Pertapa akan di lemparkan ke sebuah gosong bernama GOSONG PARAK, untuk uji secara Magis. Setelah seorang Pertapa berhasil melewati ujian terakhir ini, barulah apa yang di inginkan dan di sampaikan Pertapa sebelumnya akan di kabulkan. Memang sejauh ini tak ada yang menceritakan sudah berapa banyak Pertapa yang di kabulkan permintaan nya. Namun, sebagian masyarakat tetap yakin bahwa, batu yang semula hanya berukuran kepala bayi itu telah berubah menjadi sebesar lapangan buluh tangkis itu, tetap di jaga oleh pasukan yang di kirim oleh Raja Majapahit ketika menguasai Pulau Belitung, hingga jadi terkesan angker. (BSAHIB.,Pitoytsl.) Polres Jembrana Gelar Apel Jam Pimpinan, Wakapolres Tekankan Disiplin dan Pelayanan Publik Satuan Polairud Polres Karangasem Intensifkan Blue Light Patrol, Sasar Pesisir Pantai dan Obyek Wisata Satgas Ops Damai Cartenz Sambangi Kampung Apom Kiwirok, Salurkan Bantuan Bibit Tanaman dan Alat Tulis

Penerima Bantuan Bedah Rumah di Desa Pelapuan Busungbiu, Keluhkan Keterlambatan Pendistribusian Bahan Material

Buleleng | detikperistiwa.co.id

Upaya pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan dari berbagai sektor terus digencarkan, seperti hal nya bantuan bedah rumah di Desa Pelapuan, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng – Bali. Namun bantuan bedah rumah yang diterima oleh sejumlah warga masyarakat setempat berujung menjadi keluhan para penerima bantuan tersebut.

 

Pasalnya, selain ada beban biaya yang harus ditanggungnya juga material bahan bangunan yang dikirim selalu tersendat- sendat. Sehingga sejumlah penerima bantuan bedah rumah merasa dirugikan terutama waktu dan finansial.

 

Sementara informasi yang dapat dihimpun di lapangan dari sejumlah penerima bantuan bedah rumah ia mengatakan, hampir semua PBBR khusunya di Desa Pelapuan, Kecamatan Busungbiu mengalami permasalahan yang sama.

 

Sebagaimana yang disampaikan Dewa Gede Erik, alasan Kepala Desa Pelapuan mengapa pembangunan bedah rumah yang ia terima belum bisa dilanjutkan, dikarenakan belum mendapatkan tukang. “Untuk tukang sendiri disediakan oleh Kepala Desa. sehingga pembangunan diatas pondasi yang sudah diselesaikan lebih dari dua Minggu tidak bisa dilanjutkan,” terang Dewa Gede Erik kepada Awak Media ini bertandang ke rumahnya. Sabtu, (13/7/2024).

 

Lebih lanjut Dewa Gede Erik mengatakan, untuk pengerjaan Pondasi dilakukan secara bergotong royong dengan dibantu oleh mertuanya sebagai Tukangnya, karena untuk Pondasi hanya disediakan bahan materialnya saja, sementara untuk ongkos tukang dan buruh angkut ditanggung oleh PBBR (Swakelola).

 

Ayu Parwati, istri dari Dewa Gede Erik ini menambahkan terkait pembangunan bedah rumah yang ia terima tidak dapat biaya ongkos tukang. “Hanya diatas pondasi baru dikasi ongkos tukang untuk satu orang sebesar 150 ribu”, ucapnya.

 

Ia juga menyampaikan bahwa dirinya mengaku tidak tahu kapan bisa melanjutkan pengerjaan bangunan diatas pondasi tersebut, selain pihak kepala Desa belum mendapatkan Tukang, bahan materialnya pun belum datang semuanya.

 

“Bingung saya kapan akan dilanjutkan, Batako, Pasir dan semen sudah dikasi tetapi belum mencukupi,” tuturnya.

 

Hal ini senada juga yang disampaikan oleh Desak Alit (52) warga Banjar Dinas Satria, Desa Pelapuan, yang mana dirinya hanya bisa pasrah menunggu tambahan material pasir, batako dan semen untuk melanjutkan pembangunan bedah rumah yang ia terima.

 

“Pasir, batako sudah dikasi tapi sedikit, kalau semua sudah lengkap kan bisa dikerjakan sekalian, jadi tidak tunda-tunda lagi,” ujar Desak Alit.

 

Selain bahan bangunan yang tersendat, dirinya juga merasa terbebani karena harus membayar ongkos Pengayah (buruh angkut-red).

 

Awalnya kata Desak Alit, tinggal menerima kunci, tapi saat rapat lagi, Kepala Desa dan BPD bilang Dana tidak mencukupi, jadi untuk pondasi dikerjakan sendiri, hanya bahan saja yang dikasi. Diatas pondasi baru dikasi ongkos tukang satu orang sebesar 130 ribu, sementara buruh angkut saya sendiri yang menanggung.

 

Dan bukan hanya itu saja, wanita paruh baya yang berprofesi sebagai buruh serabutan ini juga harus membayar ongkos buruh angkut Batako sebesar Rp 1500 perbiji dan ongkos angkut pasir per mobil Carry sebesar Rp 250.000 dikarenakan bahan material bantuan tersebut diturunkan di tepi Jalan. Hal itu disebabkan karena mobil pengangkut meterial tersebut tidak bisa melalui Gang menuju ke rumahnya. selain berjarak 250 meter dan juga sempit.

 

“Untuk bayar ongkos buruh saya dapatkan dari hasil meburuh, saat ini musim cengkeh saya meburuh metik cengkeh” ujar Desak A pada hari Minggu (07/7/2024) kepada awak media dirumahnya.

 

Dan hal yang sama juga di sampaikan oleh warga masyarakat setempat penerima bantuan bedah rumah inisial Ketut Suka Maya (33), warga Banjar Dinas Pelapuan, Kecamatan Busungbiu, yang mana untuk proses pembangunan saya harus menyediakan lahan. Untuk pembangunan pondasi saya sendiri membangunya, karena onkos tukang tidak ditanggung, hanya bahan – bahannya saja ditanggung. Diatas pondasi baru ada tambahan untuk biaya pembayaran ongkos tukang satu orang, untuk pengayahnya saya sendiri yang membayar.

 

Lanjut Ketut Suka, dirinya juga mengeluh atas tersedianya material yang datangnya terlambat. “Apa yang bisa dikerjakan, bahan tidak ada. Untuk luas bangunan 7×5 m, dikasi Rp 50 juta”, tandasnya.

 

Rupanya keluhan yang hampir sama juga disampaikan oleh penerima bantuan bedah rumah di Banjar Bonagung, dimana dirinya juga mengalami hal yang sama.

 

Dan yang lebih miris lagi terjadi kepada seorang vetran tak bersertifikat bernama Desak Putu Minten (94), diusia senjanya dirinya mendapat bantuan bedah rumah dari pemerintah. Namun dengan adanya bantuan tersebut bukannya malah senang dan bahagia justru berbanding terbalik, karena bantuan bedah rumah yang diterimanya semakin menambah beban hidup buat dirinya. Mengingat diusia senjanya kini sudah tidak bisa bekerja lagi sementara dirinya harus menyiapkan uang untuk membayar ongkos Pengayah (buruh), sedangkan untuk menyambung hidupnya saja ia masih menunggu belas kasihan dari Negara melalui bantuan sosial sebagai penerima bantuan Beras 10 kiloan.

 

“Ibu saya kan sudah tua, tidak bisa bekerja, membuat pondasi dibantu oleh sanak keluarga. Untuk nyari makan saja susah, dimana nyari ongkos tukang dan pengayah?,” cetus Desak Putu Murtini (63), anak dari Desak Putu Minten, penerima bantuan bedah rumah tersebut.

 

Dan ia juga kesal karena setiap hari menunggu bahan-bahan bangunan yang tak kunjung datang hingga membuat aktivitas lainnya merasa terganggu.

 

“Katanya untuk ongkos tukang dikasi 130 ribu, sedangkan ongkos tukangnya disini upahnya 150 ribu, jadi kekurangan yang 20 ribu itu kita lagi yang bayar,” ungkap Desak Putu Murtini.

 

“Nota pembelian tidak dikasi, barang langsung diturunkan saja, tidak tahu berapa jumlah pembeliannya,” imbuhnya.

 

Ditempat yang berbeda, Dewa Putu Suryawan (49) orang tua dari Dewa Gede Ari Surya Wijaua (27) penerima bantuan bedah rumah juga mengeluhkan hal yang sama.

 

“Benar pak, bahan-bahannya datang tersendat-sendat, jadi kami tidak bisa melanjutkan pengerjaan, ini saja kami sudah 2 minggu menunggu baru bisa melanjutkan,” pungkas Dewa Putu Suryawan.

 

Sementara, saat Tim Media minta konfirmasi ke rumahnya (14/7/2024) Dewa Japa, anggota BPD Desa Pelapuan yang juga sebagai penerima CSR dari Pemerintah Kabupaten Badung untuk bantuan bedah rumah, ia mengatakan bahwa, bantuan tersebut bersumber dari bantuan sosial CSR Kabupaten Badung yang penyalurannya melalui Bank BPD Bali.

 

Menurutnya, bantuan bedah rumah dari Kabupaten Badung awalnya hanya untuk dua Rumah saja. Namun dikarenakan banyak jumlah warga masyarakat Desa Pelapuan yang belum memiliki rumah, sehingga Kepala Desa Pelapuan mengajukan kembali tambahan untuk bedah rumah ke Bupati Badung, dan seperti apa prosedur pengajuan dananya untuk bedah rumah ini saya tidak tau,” kata Dewa Japa.

 

Saat disingung tentang kapan cair/ keluarnya dana bedah rumah tersebut, ia menjawab tidak tau, “Yang kami tahu untuk penggarapan pondasi rumah saya dikasi material saja, dan karena sudah kesepakatan baik penerima dengan Pemerintah Desa saat itu jadi untuk penggarapan pondasi kita kerjakan secara suka rela atau gotong royong. Dan setalah masang pondasi dan kusen para penerima diminta untuk mengirim video, mungkin itu kriteria untuk pengamprahan dana bedah rumah yang selanjutnya, saya tidak tau jelas,” tuturnya.

 

Bahkan Dewa Japa juga mengutarakan ada kemungkinan untuk tahap ke dua nanti penggarapannya hingga ke pemasangan kusen dan kemungkinan sampai bisa ke asah slop, bahkan ada informasi bahwa dana pembangunan bedah rumah tersebut sampai ke tahap tiga.

 

Selain itu Ia juga menyampaikan perminta-maafan kepada penerima bantuan bedah rumah lainnya, kenapa rumahnya yang dipercepat penyelesaiannya karena rencananya akan dijadikan percontohan serta untuk mengetahui berapa jumlah dana yang dihabiskan sampai finishing.

 

Ketika ditanya tentang RAB terkait awal pengajuan pembangunan bedah rumah tersebut, ia mengatakan pada saat pengajuan itu belum ada RAB nya. Namun dengan anggaran diperkirakan mencapai 50 Juta, para penerima bantuan bedah rumah sudah disetujui. “Gambaran dari datanya di belakang hari dan membuat kaget para penerima bantuan, karena sebelumya tidak ada koordinasi terkait ukuran bangunan yang akan dibangunnya,” cetusnya.

 

Terkait tersendatnya pendistribusian material yang membuat bingung para penerima bantuan bedah rumah, anggota BPD ini dalam keterangannya menjelaskan, Karena akses jalan membawa material ke masing-masing rumah tidak bisa dilalui truk. Selain itu ia juga beralasan keterlambatan material untuk bantuan pembangunan bedah rumah warga Desa Pelapuan disebabkan oleh keterlambatan di perjalanan karena jarak tempuh pengambilan material seperti pasir harus membeli dari Karangasem dan keterlambatan batakonya bukan dari pihaknya namun dari tempat percetakan batakonya itu sendiri. “Hal ini juga sudah kami sampaikan kepada para penerima bantuan bedah rumah dan kami harapkan untuk bersabar,” pungkas Dewa Japa.

 

Sampai berita ini dipublikasikan, para penerima bantuan bedah rumah tidak mengetahui di toko mana membeli bahan material karena tidak di berikan Nota pembelian material sehingga hal ini dapat memicu isu tidak baik dikalangan warga masyarakat Desa Pelapuan.

 

 

 

(Sby / Tim/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://detikperistiwa.co.id/wp-content/uploads/2024/03/IMG-20240311-WA0045.jpg