Penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) dan pengendalian nafsu terhadap harta melalui Kewajiban Membayar Zakat dalam Rukun Islam

Oleh : H.Winnur Wajda, S.E.

Bener Meriah – detikperistiwa.co.id

Zakat merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang bersifat wajib bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat. Namun, di balik dimensi hukum dan sosialnya, zakat mengandung nilai-nilai spiritual yang sangat dalam, terutama dalam konteks tasawuf, yang menekankan pentingnya penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) dan pengendalian hawa nafsu, termasuk terhadap harta benda duniawi.

Harta dipandang sebagai ujian duniawi yang bisa mendekatkan atau menjauhkan manusia dari Allah, tergantung bagaimana ia mengelolanya. Membayar zakat mal bukan hanya kewajiban syariat, tetapi juga cara menyucikan hati dari sifat tamak, cinta dunia, dan pelit.

Dalam Alqur’an Surat At-Taubah, ayat 103 dijelaskan :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka…”

Ayat ini menjadi landasan bahwa zakat adalah bentuk pembersihan spiritual, bukan sekadar transaksi sosial atau ekonomi.

Salah satu jalan mendekatkan diri kepada Allah adalah mujahadah an-nafs (berjuang melawan hawa nafsu). Harta sangat kuat menarik hati manusia dan zakat menjadi latihan untuk mengurangi keterikatan kepada dunia.

Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang enggan membayar zakat sejatinya masih terikat kuat pada dunia dan belum ikhlas kepada Allah.

Zakat harus dikeluarkan dengan hati yang ikhlas dan didorong oleh cinta kepada sesama. Memberi bukan karena kewajiban saja, tetapi karena melihat wajah Allah dalam diri fakir miskin.

Ketika seseorang memberi zakat dengan ikhlas, ia tidak hanya memberikan harta, tetapi juga mengasah rasa empati dan cinta kasih, yang merupakan inti dari sebuah akhlak

Zakat mal bagian dari ibadah yang membangun hubungan vertikal dan horizontal. Vertikal karena ia bentuk taat kepada Allah, dan horizontal karena ia membawa manfaat sosial.

Seseorang yang mencintai Allah S.W.T sejati tidak melihat zakat sebagai “beban” kewajiban, tetapi sebagai kesempatan untuk berkontribusi dalam rahmat Allah di muka bumi.

Dalam rukun Islam, zakat hadir sebagai penghubung antara dimensi lahir dan batin, antara dunia dan akhirat. Dari sudut pandang tasawuf, menunaikan zakat adalah langkah nyata untuk menjadi manusia yang bersih hati, dermawan dan dekat dengan Allah S.W.T

Wallahu’alam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://detikperistiwa.co.id/wp-content/uploads/2024/03/IMG-20240311-WA0045.jpg