Batam – detikperistiwa.co.id
Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Ibrahim, Perumahan Palem Raya, berlangsung dalam suasana khidmat dan kebersamaan yang hangat. Acara ini tidak hanya menandai kelahiran Rasulullah SAW, tetapi juga mengangkat nilai-nilai budaya khas Turatea, Jeneponto, yang memperkaya makna spiritual dan sosial dari perayaan ini. Masyarakat yang hadir dengan antusias menegaskan pentingnya menjaga ikatan persaudaraan di tengah keragaman.
Kehangatan Tradisi: Bakul Maudu dan Hidangan Berkah
Acara dibuka dengan kehadiran bakul Maudu, sebuah wadah berwarna ceria berisi songkolo—nasi ketan yang disajikan dengan ayam dan telur. Hidangan ini bukan sekadar makanan, melainkan simbol harapan dan keberkahan yang menghangatkan hati. Para warga terlihat penuh semangat menghias bakul Maudu, menciptakan suasana keakraban yang kuat. Aktivitas ini melambangkan rasa syukur kepada Allah SWT dan mempererat tali silaturahmi antarwarga, menunjukkan bahwa tradisi dapat tetap hidup di tengah arus perubahan zaman.
Lantunan Islami dan Aroma Kehangatan: Menggugah Semangat Acara
Kemeriahan semakin terasa dengan penampilan grup kompang yang membawakan lagu-lagu islami. Saat H. Koasa hadir dan menyemprotkan minyak wangi kepada peserta, suasana syahdu dan penuh berkah semakin terasa. Tradisi ini menciptakan atmosfer spiritual yang menentramkan. Dipandu oleh pemimpin kompang dari Majlis Ta’lim Sagulung, setiap irama yang mengalun mengingatkan kita akan keindahan ajaran Islam yang mengedepankan nilai persaudaraan dan kebersamaan.
Komitmen Bersama untuk Melestarikan Budaya Lokal
Kehadiran tokoh masyarakat, termasuk Lahaseng dari komunitas KITA, menegaskan pentingnya melestarikan budaya lokal. Dalam sambutannya, Kawati, sekretaris panitia, menekankan, “Bakul Maudu yang berisi songkolo, ayam, dan telur bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga ungkapan rasa syukur dan kekuatan kebersamaan yang harus kita jaga.” Ucapan tersebut menggambarkan kesadaran kolektif akan pentingnya mempertahankan identitas budaya di tengah tantangan globalisasi yang kian menguat.
Pesan Religius yang Menginspirasi: Merenungi Makna Maulid dan Pentingnya Sholat
Perayaan ini semakin lengkap dengan penampilan grup hadrah Kecamatan Sagulung yang melantunkan syair pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Ustadz Lambar, S.H.I., memberikan ceramah yang menyentuh hati, mengajak jamaah untuk merenungkan esensi dari perayaan Maulid. Beliau mengatakan, “Maulid Nabi adalah saat yang tepat bagi kita untuk merefleksikan nilai-nilai yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Beliau adalah teladan dalam menjaga persaudaraan dan kasih sayang. Namun, kita juga tidak boleh melupakan sholat, yang merupakan tiang agama. Sholat mengingatkan kita untuk selalu bersyukur kepada Allah dan menjaga hubungan kita dengan-Nya.”
Sambutan dari Para Tokoh Masyarakat: Suara Kebersamaan
Suasana khidmat semakin terasa saat Ibu Nurhayati membacakan ayat suci Al-Qur’an. Sitti Surriyah, S.Pd., panitia pelaksana, mengajak semua peserta untuk saling bahu-membahu menyukseskan acara ini. “Kami berharap di masa depan, acara serupa dapat berlangsung lebih baik dan lebih ramai,” tuturnya penuh harapan. Camat Batu Ampar juga menekankan pentingnya menjaga silaturahmi dan kekompakan antarwarga. “Mudah-mudahan acara kedepannya bisa lebih ramai dan lebih istiqomah,” ajaknya, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Puncak Perayaan: Momen Kebersamaan dalam Hidangan yang Melimpah
Sebagai puncak perayaan, seluruh jamaah berkumpul di meja besar untuk menikmati hidangan yang telah disiapkan. Momen makan bersama ini menjadi simbol persatuan yang tak ternilai. Hidangan songkolo, ayam, dan telur dari bakul Maudu dibagikan secara merata, menimbulkan rasa syukur dan kebahagiaan di antara semua yang hadir. Suasana hangat dan tawa riang menambah kesan mendalam dalam perayaan ini, mengingatkan kita akan pentingnya berbagi dan saling mendukung.
Kesimpulan: Merajut Kebersamaan dan Melestarikan Budaya dalam Kehidupan Sehari-hari
Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan nuansa tradisi Turatea, Jeneponto, di Batam telah berhasil menghidupkan kembali semangat kebersamaan di tengah masyarakat. Kehadiran tokoh-tokoh seperti Lahaseng, Kawati, dan Massiara, serta partisipasi aktif warga, semakin menegaskan pentingnya menjaga nilai-nilai budaya dan spiritual di tengah derasnya arus modernisasi. Acara ini bukan hanya sekadar momen religius, tetapi juga sebagai sarana untuk melestarikan identitas budaya dan memperkuat persaudaraan di perantauan.
Dalam momen berharga ini, masyarakat Batam tidak hanya merayakan kelahiran Rasulullah, tetapi juga meneguhkan kembali komitmen untuk menjaga nilai-nilai luhur yang mengikat mereka sebagai satu kesatuan, penuh kasih sayang dan saling mendukung. Perayaan ini menjadi pijakan untuk membangun masa depan yang lebih harmonis dan bermakna bagi generasi mendatang.
(Nursalim Turatea)