Jakarta – detikperistiwa.co.id
Relawan Peduli Rakyat Lintas Batas (RPRLB) menyampaikan kecaman keras terhadap tindakan tidak manusiawi yang menimpa seorang anak perempuan berusia 17 tahun asal Kabupaten Pidie, Aceh. Kasus memilukan ini menguak luka mendalam, bukan hanya bagi korban, tetapi juga bagi masyarakat yang merasa dikhianati oleh sistem yang seharusnya melindungi mereka.
Ketua Umum RPRLB, Arizal Mahdi, dalam sebuah diskusi penuh emosi di Jakarta, menyampaikan keprihatinannya. “Korban adalah simbol dari generasi muda kita yang seharusnya dilindungi dan diberdayakan. Namun, mereka malah menjadi korban eksploitasi keji. Ini bukan hanya kejahatan, tetapi pengkhianatan terhadap kemanusiaan,” ujar Arizal dengan nada penuh empati.
*Kisah Tragis dan Modus Pelaku**
Menurut informasi yang diterima, korban awalnya dijanjikan pekerjaan dengan penghasilan tinggi di Malaysia. Namun, janji itu hanyalah umpan yang membawa korban ke dalam jeratan eksploitasi. Dengan dokumen yang dipalsukan, korban diberangkatkan melintasi batas negara. Setelah melalui pengalaman pahit, ia akhirnya berhasil diselamatkan oleh seorang warga Aceh yang peduli terhadap kondisinya.
Arizal mengkritik keras kelalaian pihak imigrasi yang memungkinkan korban lolos meski menggunakan dokumen palsu. “Bagaimana mungkin seorang anak di bawah umur dengan dokumen tidak sah bisa melintasi batas negara tanpa terdeteksi? Sistem kita jelas memiliki celah besar yang harus segera ditutup,” tegasnya.
*Panggilan Tindakan Nyata untuk Pemerintah**
RPRLB menyerukan agar pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Sosial, memberikan dukungan konkret kepada korban. Modal usaha dan rehabilitasi psikologis menjadi kebutuhan mendesak agar korban dapat membangun kembali masa depannya.
Arizal juga mengecam keras sikap pasif Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. “Di saat anak-anak kita menjadi korban, kementerian ini justru terdiam tanpa tindakan nyata. Mereka harus turun langsung ke lapangan, memastikan korban mendapat perlindungan, dan pelaku dihukum seberat-beratnya,” tegasnya.
*Tragedi Kemanusiaan yang Menggugah Dunia**
Kasus ini menyoroti urgensi penanganan perdagangan manusia, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga internasional. Arizal menegaskan bahwa perlawanan terhadap perdagangan manusia harus menjadi prioritas global. “Kita tidak bisa lagi menutup mata. Setiap anak yang menjadi korban adalah kegagalan kita sebagai manusia,” ujarnya dengan nada emosional.
*Ajakan untuk Bersatu Melawan Kejahatan**
Sebagai penutup, RPRLB mengajak seluruh elemen masyarakat, baik pemerintah, organisasi internasional, maupun individu, untuk bersatu melawan praktik keji ini. “Kita tidak boleh hanya berbicara. Kita harus bertindak. Masa depan anak-anak kita ada di tangan kita semua,” pungkas Arizal.
Tragedi ini tidak hanya menjadi peringatan bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia, bahwa kejahatan perdagangan manusia terus mengintai mereka yang paling rentan. Saatnya seluruh pihak bergerak bersama, memastikan tidak ada lagi generasi yang dirampas masa depannya oleh kejahatan tak bermoral ini.
Detik Peristiwa