Bekasi – detikperistiwa.co.id
Surya (bukan nama sebenarnya-red) mendatangi kantor ormas Madas, Minggu 19 November 2023, malam hari. “Bisa saya bertemu Pak Syamsul?,” tanyanya sambil tersengal. Pria yang dimaksud adalah Syamsul Arifin, Ketua ormas Madas DPD Jawa Barat.
Kepada ketua MADAS DPD Jawa Barat “Syamsul Arifin” Surya menceritakan isi percakapannya dengan sang istri, KN, yang dilakukan melalui sambungan telepon selular.
Dalam percakapan tersebut, KN menceritakan kondisinya selama berada di penampungan calon Pembantu Rumah Tangga (PRT) milik PT. Agung Tamado Grup (ATG), di Duren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi.
KN mengaku diperlakukan tidak manusiawi. “Di lokasi penampungan itu, istri saya harus tidur di lantai di dalam kamar yang minim fentilasi bersama 28 orang lainnya,” kata dia.
Ditambah lagi, para calon PRT ini jarang mendapat makanan. “Sekali pun dapat itu tidak ada lauknya. Jauh sekali dari kata layak,” ungkap Surya mengutip cerita istrinya.
Tak ayal, Ketua madas DPD Jawa Barat “Syamsul Arifin” langsung geram tatkala mendengar penuturan Surya. Dia pun mengutuk perbuatan pihak PT. ATG yang menurutnya tidak manusiawi karena memperlakukan para perempuan calon PRT ini layaknya binatang
Berbekal laporan tersebut, keesokan harinya atau pada Senin, 20 November 2023, ratusan Anggota Madas yang langsung dipimpin oleh Ketua dan Wakil Ketua beserta Panglima dan Kuasa Hukum mendatang kantor PT. ATG.
Setibanya di lokasi kondisi gerbang pagar terkunci. Kesulitan masuk, salah satu kuasa hukum Madas, yaitu Hartoyo, SH., berkoordinasi dengan Lurah Duren Jaya guna mengambil langkah prefentif yang tepat sesuai regulasi.
Lurah Duren Jaya, Predi Tridiyansyah kemudian melakukan koordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Bekasi setelah dirinya menerima laporan dari ormas Madas.
Pintu pagar akhirnya berhasil dibuka setelah ada permintaan dari Staf Kelurahan Duren Jaya. Setelah pintu pagar terbuka, di dalam gedung rupanya sudah ada kepolisan dari Polres Kota Bekasi dan Polsek Bekasi Timur.
Keberadaan Polisi di lokasi tersebut atas dasar tembusan laporan yang diterima dari Mabes Polri. Sehingga, Polisi mengambil tindakan untuk melakukan inspeksi langsung ke lokasi penmpungan PT ATG.
Bersamaan dengan itu, hasil pengecekan Disnaker Kota Bekasi menyatakan, bahwa PT ATG belum memiliki izin yang terferivikasi dari Kemenakertrans.
“Setelah kami cek NIB-nya perusahaan ini baru mengantongi izin penyeleksian, mereka tidak memiliki izin penampungan dan pelatihan,” tandas Neneng, Sekretaris Disnaker Kota Bekasi.Oleh karenanya, kata Neneng, PT ATG dilarang beroperasi dan harus segera ditutup.
Sedangkan 29 orang calon PRT yang ditemukan di lokasi dipulangkan ke rumahnya masing-masing. “Sebagian dijemput oleh keluarganya, sisanya ditampung di Depsos Bulakkapal,” ungkap Neneng.
Yang mengejutkan, hasil pemeriksaan juga menunjukkan kondisi psikis para calon PRT yang ikut terganggu. Fitri misalnya, perempuan asal Pandeglang ini terdeteksi mengalami depresi.
Lain lagi Karen, asal Jatiasih, mengaku mengalami inveksi di kakinya lantaran tidak mendapat pengobatan di penampungan.
Kejamnya, ada juga yang mengaku hanya mendapatkan bayaran Rp200 ribu selama bekerja.
Oleh karena itu, Syamsul Arifin menegaskan bakal membawa persoalan ini ke ranah hukum melalui kuasa hukum mereka, Ikhsan Sangadji, SH. and Partner.
“(PT. ATG) ini sama saja menyandera orang. Sebab, bayangkan saja, para calon PRT ini diminta membayar denda sebesar Rp 3juta jika mau keluar dari tempat itu. Gila ini,” tegasnya tanpa ragu kepada Detik peristiwa (Susilawati )