Review Film: Srimulat Hidup Memang Komedi.

Jakarta – detikperistiwa.co.id

-Butuh setahun lebih, bahkan sampai saya sempat lupa, bahwa film Srimulat Hil yang Mustahal Babak Pertama (2022) belum sampai di ujung cerita. Ketika kini lanjutannya rilis, kenapa judulnya berbeda?

Hal itu yang jadi pertanyaan saya saat pertama kali melihat pengumuman Srimulat Hidup Memang Komedi. Bahkan desain dan gaya posternya saja sudah berbeda dari film pertama, seolah-olah mood babak kedua ini memang tak sama.

Ternyata saya memang lebih menyukai babak pertama dibanding babak kedua saga Srimulat ini. Pada babak pertama, mood Srimulat dan segala hal yang ada pada zaman itu terasa on point.

Naskah, jokes, desain produksi, sinematografi, interaksi pemain, sebagian besar terasa pas meski ada beberapa yang meleset. Namun saya ingat ketika menontonnya pada Mei 2022, saya masih bisa memakluminya.

Kini pada November 2023, saya merasa gelisah melihat babak kedua. Hal itu terasa sejak Fajar Nugros memilih “flashback” soal “best moments” dalam film Babak Pertama. Bagi saya hal ini wajar, tapi yang terasa janggal adalah durasi flashback yang disajikan.

Entah karena memang kenyang karena jenaka di bagian flashback atau kesan citra Srimulat Hidup Memang Komedi yang berbeda dari prekuelnya, saya merasa ada penurunan dari segi cerita hingga komedi yang disajikan dalam film ini.

Dari segi cerita, Fajar Nugros tampak mengulur-ulur pada konflik yang sebenarnya tidak esensial. Selain itu, film pada babak kedua ini seperti tidak fokus, apakah membahas soal dilema Gepeng-Royani, pencarian identitas Tessy, atau perjuangan Srimulat?

Fokus Gepeng yang sudah ditetapkan sejak babak pertama pun terasa buyar dengan kisah cinta ala sinetron yang tersaji dalam film ini. Memang, menggemaskan melihat Gepeng yang polos jatuh cinta dengan perempuan cantik yang jauh di atas strata sosialnya. Kisah asmara klasik.

Namun hingga akhir, saya tak menemukan bagaimana Gepeng bisa menjadi salah satu motor yang mendongkrak Srimulat di Jakarta. Ini pun baru membahas Srimulat di studio TVRI, belum Srimulat di panggung aslinya di Jakarta yang dulu berlokasi di Taman Ria Senayan (sekarang Senayan Park).

Padahal sejak film pertama, Gepeng sudah dicitrakan sebagai ‘penawar’ pertunjukan Srimulat yang mulai menjemukan di Solo. Hal itulah yang membuat Teguh Slamet menunjuk Gepeng, bila berdasarkan cerita dari film Fajar Nugros ini.

Kini, mana ‘penawar’ itu? Bagian mereka melawak di TVRI pun saya bilang hanya sekelumit, dan kurang menggigit seperti saat Fajar menghajar penonton dengan flashback penuh lawakan mantap dari film pertama di bagian awal film.

Beruntungnya, di tengah saya terjun bebas dengan cerita Srimulat Hidup Memang Komedi yang anti klimaks, para pemain asli Srimulat datang menyelamatkan. Fajar agaknya sadar, hanya para penggawa asli yang bisa menyelamatkan cerita Srimulat.

Aksi Nunung dan Tessy terbaik meski cuma muncul sepersekian dari total durasi. Tak perlu dipertanyakan bagaimana pendalaman karakter mereka akan peran mereka dalam film ini.

Untuk sesi kemunculan para senior Srimulat ini, saya mengapresiasi Fajar karena memberikan durasi lebih panjang dibanding saat Tarzan yang asli muncul dalam film pertama.

Apalagi, dialog dari Tessy dan Nunung terbilang lebih banyak dan kompleks. Selain itu, Tessy juga memberikan satu petuah tersendiri kepada ‘kembarannya’ (Erick Estrada), seperti ketika Tarzan bertemu Tarzan (Ibnu Jamil) dalam Babak Pertama.

Selain itu, Fajar juga tak lupa menyelipkan bagaimana dampak keberadaan Srimulat kepada masyarakat Indonesia. Termasuk menampilkan sosok Presiden Soeharto dan Ibu Tien kepada generasi milenial dan Z yang belum pernah melihat langsung.

Meskipun, tetap saja tribut itu terasa agak hambar setelah cerita anti klimaks yang menggerayangi sebagian besar durasi film ini.

Untuk sesi kemunculan para senior Srimulat ini, saya mengapresiasi Fajar karena memberikan durasi lebih panjang dibanding saat Tarzan yang asli muncul dalam film pertama.

Sementara itu untuk penampilan para pemain, saya tak punya banyak komentar mengingat rasanya film ini sejatinya lebih mirip lebihan dari proyek pertama karena terbentur durasi yang kepanjangan.

Namun saya harus memberikan salut kepada Erick Estrada sebagai Tessy dan Zulfa Maharani sebagai Nunung yang mampu muncul mengimbangi permainan Bio One sebagai Gepeng, Teuku Rifnu Wikana sebagai Asmuni, dan Ibnu Jamil sebagai Tarzan yang sudah dominan sejak awal.

Terlepas dari keluhan panjang saya, Srimulat Hidup Memang Komedi masih sangat layak untuk ditonton, terutama bagi para generasi internet yang belum merasakan daya magis dari lawakan sang legenda Srimulat.

( Sen)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://detikperistiwa.co.id/wp-content/uploads/2024/03/IMG-20240311-WA0045.jpg